Jumat, 01 Juni 2012

Terjemah Khutbah Jum’ah


Menterjemahka khutbah Jum’ah selain rukun adalah boleh sebagaimana termaktub dalam kitab madzhab Syafi’i.
Keterangan dari kitab Hasyiyatul Kurdi ‘Ala Bafadlal

حاشية الكردى على بافضل في شروط الخطبة وكونهما بالعربية وان كان الكل اعجميّين لاتباع السلف والخلف (قوله بالعربية) اى الأركان دون ما عداها قل سم يفيد ان كون ما عدا الأركان من توابعها بغير العربية لايكون مانعا من الموالاة.

Hidangan Untuk Yang Bertakziyah


Bahwa menyediakan makanan untuk para pentakziyah oleh keluarga mayit pada hari wafat dan setelahnya hukumnya makruh, tetapi tidak menghilangkan pahala shodaqoh dan bagi mayat mendapat pula pahala shodaqoh itu apa bila diniatkan untuknya.
Keterangan dari kitab I’anatut Tholibin dan kitab Bukhori dan kitab Al-Muhadzab
ويكره لأهل الميت الجلوس للتعزية، وصنع طعام يجمعون الناس عليه، لما روى أحمد عن جرير بن عبد الله البجلي، قال: كنا نعد الاجتماع إلى أهل الميت وصنعهم الطعام بعد دفنه من النياحة.
وفى البخارى فى باب الجنائز والمهذب فى باب الاوصياء ونصه، روى ابن عباس أن رجلا قال لرسول الله ص ع إنّ آمّى قد توفّيت اينفعها ان اتصدّق عنها؟ فقال نعم قال فإنّ لى مخرفا فاشهدك إنّى قد تصدّقت بها عنها

Kamis, 31 Mei 2012

Makalah Sumber dan Dalil Hukum Islam Yang Disepakati


BAB I
PENDAHULUAN


1.      Latar Belakang
            Penetapan  hukum dalam agama Islam harus didasari dengan pijakan atau alasan yang disebut sumber hukum. Dengan berkembangnya zaman, baik di bidang ekonomi, sosial politik, teknologi dan informasi, adakalanya timbul permasalah-permasalahan baru. Oleh karena itu dibutuhkan suatu penetapan hukum terhadap masalah tersebut.
            Pada zaman Rosulullah SAW, permasalahan yang timbul dapat ditanyakan langsung kepada Nabi SAW sebagai pengemban dan sumber hukum Islam. Namun setelah Nabi wafat, kepada siapa kita bertanya? hanya al-Qur’an dan sunah Nabi SAW yang beliau waritskan.
            Dalam makalah ini penyusun akan membahas masalah-masalah tersebut dengan mengemukakan dalildalil al-Qur’an dan sunah.  
2.      Pembahasan Makalah
Dalam makalah ini akan dibahas tentang “Sumber Dan Dalil Hukum Agama Islam Yang Disepakati” yang menjadi judul makalah ini.
3.      Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode literature atau kepustakaan yang berhubungan dengan sumber-sumber hukum Islam.

             






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Sumber Dan Dalil
1.      Pengertian Dalil
Dalam kajian ilmu usul fiqh, para ulama usul mengartikan dalil secara etimologis dengan “sesuatu  yang dapat memberikan petunjuk kepada apa yang dikehendaki.” Adapun secara terminologis yang dimaksud dengan dalil hukum ialah “segala sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk dengan menggunakan pikiran yang benar untuk menentukan hukum syara’ yang bersifat ‘amali, baik secara qot’i maupun secara zanni.
Dari pengertian yang telah dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya yang disebut dalil hukm ialah: segala sesuatu yang dapat dijadikan landasan atau pijakan yang dapat dipergunakan dalam upaya menemukan dan menetapkan hukum syara’ atas dasar pertimbangan yang benar dan tepat. Oleh karena itu dalam ber-istinbat (penetapan hukum) persoalan yang mendasar yang harus diperhatikan adalah menyangkut apa yang menjadi dalil yang dapat dipergunakan dalam menetapkan hukum syara’ dari suatu persoalan yang dihadapi.
2.      Pengertian Sumber
Terhadap dalil hukum ,ada sebutan lain di kalangan ulama ushul seperti istilah masadir al ahkam,masadir al syari’ah ,masadir al tasyri atau yang diartikan sumber hukum.Istilah-istilah ini jelas mengandung makna tempat pengambilan atau rujukan utama serta merupakan asal sesuatu.Sedangkan dalil atau yang diistilahkan adillat al ahkam,ushul al ahkam,asas al tasyri dan adillat al syariah mengacu kepada pengertian sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk sebagai alasan dalam menetapkan hukum syara.Dalam konteks ini Al Qur’an dan As Sunah adalah merupakan sumber hukum dan sekaligus menjadi dalil hukum, sedangkan selain dari keduanya seperti al ijma,al qiyas,dan lain lainnya tidak dapat disebut sebagai sumber kecuali hanya sebagai dalil karena ia tidak dapat berdiri sendiri.  
Akan tetapi, dalam perkembangan perkembangan pemikiran ushul fikih yang terlihat dalam kitab-kitab ushul fikih kontemporer, istilah sumber hukum dan dalil hukum tidak dibedakan. Mereka menyatakan bahwa apayang disebut dengan dalil hukum adalah dibedakan. Mereka menyatakan bahwa apayang disebut dengan dalil hukum adalah mencakup dalil-dalil lain yang dipergunakan dalam istinbat hukum selain Al Quran dan as sunnah. Sebab, keduanya merupakan istilah teknis yang yang dipakai oleh para ulama ushul untuk menyatakan segala sesuatu yang dijadikan alasan atau dasar dalam istinbat hukum dan dalam prakteknya mencakup Al Quran, as-sunnah dan dalil-dalil atau sumber-sumber hukum lainnya. Oleh karena itu, dikalangan ulama ushul masalah dalil hukum ini terjadi perhatian utama atau dipandang merupakan sesuatu hal yang sangat penting ketika mereka berhadapan dengan persoalan-persoalan yang akan ditetapkan hukumnya. Dengan demikian setiap ketetapan hukum tidak akan mempunyai kekuatan hujjah tanpa didasari oleh pijakan dalil sebagai   pendukung ketetapan tersebut.
Keberadaan dalil sebagai pijakan yang mendasari suatu ketetapan hukum mutlak harus diperhatikan dan tidak bisa diabaikan. Jika dilihat dari segi keberadaannya, maka dalil dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu:
1.      Al-Adillah Al-Ahkam Al-Manshushah atau dalil-dalil hukum yang keberadaannya secara tekstual terdapat dalam nash. Dalil-dalil hukum yang dikategorikan kepada bagian ini adalahAl Quran dan as sunnah atau disebut pula dengan dalil naqli.
2.      Al-Adillah Al-Ahkam ghoirul Manshushah atau dalil-dalil hukum yang secara tekstual tidak disebutkan oleh nash Al Quran dan as sunnah. Dalil-dalil ini dirumuskan melalui ijtihad dengan menggunakan penalaran ra’yu dan disebut pula dengan dalil aqli.
Adapun dalil-dalil yang dikelompokkan kepada kategori terakhir ini meliputi Ijma, Qiyas, Istihsan, Mashalih Mursalah, Istishab, Urf, Syarun Man Qablana dan Qaul Shahabi. Ijma dan Qiyas hampir seluruh mazhab mempergunakannya, sedangkan dalil-dalil yang keberadaannya menimbulkan perdebatan di kalangan ulama mazhab ushul. Perbedaan ini muncul karena ketika ulama ushul tidak menemukan dalil atau alasan yang mendasari suatu hukumdari Nash, maka mereka menggunakan ra’yu mereka masing-masing dengan rumusan tersendiri.
Atas dasar ini para ulama ushul di berbagai mazhab menyusun dan berpijak pada sistematika istinbat yang mereka susun masing-masing secara berurutan dengan menempatkan dalil-dalil ra’yu setelah Al Quran dan as sunnah.
B.     Sumber Hukum Islam
1.      Al-Qur’an
a.       Pendekatan Etimologi Dan Terminologi
Al-Qur’an menurut etimiologis adalah bacaan, kalamullah, kata al-Qur’an berasal dari kata kerja qara’a yang berarti membaca dan bentuk masdarnya adalah qur’an yang berarti bacaan.           Al-Qur’an dengan makna bacaan dinyatakan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat, antara lain dalam surat al-Qiyamah, al-Baqarah dan lain sebagainya.
Sedangkan Al-Qur’an menurut terminologis adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai mu’jizat bagi Rasulallah Muhammad SAW, pedoman hidup bagi setiap muslim dan sebagai kolektor serta penyempurnaan terhadap kitab-kitab Allah sebelunnya yang bernilai abadi dan bernilai ibadah bagi yang membaca, menghapal dan mengamalkannya.
Para ulama berbeda pendapat tentang hakikat al-Qur’an. Imam al-Ghazali menjelaskan dalam kitab al-Mustasfa min ‘Ilm al-Usul, bahwa hakikat al-Qur’an adalah kalam yang berdiri pada Zat Allah SWT, yaitu salah satu sifat di antara sifat-sifat Allah yang Qadim. Menurut mutakallimin (ahli teologi Islam), hakikat al-Qur’an ialah makna yang berdiri pada Zat     Allah SWT. Adapun menurut golongan Muktazilah, hakikat al-Qur’an adalah huruf-huruf dan suara yang diciptakan Allah SWT. yang setelah berwujud lalu hilang lenyap. Dengan pendapat ini kaum Muktazilah memandang al-Qur’an sebagai makhluk (ciptaan) Allah SWT. karena itu, al-Qur’an bersifat baru, tidak qadim.
Sebagai mu’jizat, Al-Qur’an telah menjadi salah satu sebab masuknya orang-orang Arab di zaman Rosullallah kedalam agama Islam, dan menjadi sebab penting bagi masuknya orang-orang penting sekarang, dan bagi masa yang akan datang.
Mu’zijat menurut Imam as-Suyuti adalah sesuatu diluar kebiasaan yang disertai dengan adanya tantangan. Menurut DR. Muhammad Quraish Shihab sesuatu dinamakan mu’zijat apabila memenuhi 4 unsur yaitu:
1.      Suatu hal yang ada di luar kebiasaan
2.      Nampak pada diri seorang Nabi
3.      Disertai dengan adanya tantangan
4.      Sesuatu yang tidak sanggup ditantang orang
Dari segi bahasa, ulama sepakat al-Qur’an memiliki uslub (gaya bahasa) yang tinggi, fasahah (ungkapan kata yang jelas) dan balaghah (kefasihan lidah) yang dapat mempengaruhi jiwa pembaca dan pendengarnya yang memiliki rasa bahasa Arab yang tinggi.
Dari segi kandungan isi mu’zijat al-Qur’an dapat dilihat dilihat dari 3 aspek:
1.      Merupakan isyarat ilmiah. Al-Qur’an banyak berisi informasi ilmu pengetahuan walaupun hanya dalam bentuk isyarat ilmiah, seperti informasi mengenai ilmu pengetahuan alam. Antara lain dikatakan bahwa bumi dan langit sebenarnya merupakan suatu yang padu dan setelah terpisah dijadikan segala sesuatu yang hidup. (Q.S. 21;30)
2.      Merupakan sumber hukum. Al-Qur’an telah memberikan andil yang kuat dalam pertumbuhan hukum, bahkan al-Qur’an tetap merupakan produk hukum yang ideal hingga masa kini. Al-Qur’an merupakan sumber hukum utama dan pertama dalam agama Islam.
3.      Menerangkan suatu ‘ibrah (teladan) dan kabar ghaib, baik yang terjadi pada masa lalu, sekarang maupun yang akan datang. Al-Qur’an mengandung berita-berita tentang hal-hal yang ghaib, seperti surga, neraka, hari kiamat dan hari perhitungan. Selain itu al-Qur’an juga banyak mengungkapkan kisah-kisah para Nabi dan umat masa lampau, seperti kisah Fir’aun, kisah kaum ‘Ad dan Samud, kisah Nabi       Yusuf AS. dan Nabi Ibrahim AS. al-Qur’an banyak pula menyinggung  masalah-masalah yang belum terjadi di masanya, seperti kemenangan bangsa Romawi      (Q.S. 30;1-3)
Ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, meyakinkan kita bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah, tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad SAW. yang ummi, yang hidup pada awal abad keenam masehi (571 – 632 M). Allah SWT. berfirman :
(Q.S. 7;158)
Demikian juga dengan ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah tentang kekuasaan Mesir, dapat menberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat –ayat yang berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa romawi dan lain-lain, menjadi bukti kepada kita bahwa A-Qur’an adalah wahyu Allah SWT. sebagaimana firman-Nya:

(Q.S. 30;2-4), (Q.S. 5;14) 
Al-Qur’an adalah mu’jizat besar sepanjang masa, keindahan bahasa dan susunan katanya tidak dapat diketemukan pada buku-buku bahasa Arab lainnya. Gaya bahasa yang luhur namun mudah dimengerti adalah merupakan cirri gaya bahasa al-Qur’an karena gaya bahasa demikian itulah, Umar bin khathab masuk Islam setelah mendengar al-Qur’an awaql surat Thaha yang dibaca adiknya.
Dan al-Qur’an mennyatakan bahwa sebab seseorang yang tidak menerima kebenaran           al-Qur’an sebagai wahyu Illahi adalah salah satu diantara dua sebab, yaitu:
Ø  Tidak berfikir dengan jujur dan sungguh-sungguh;
Ø  Tidak sempat mendengar dan mengetahui al-Qur’an secara baik. Sebagaimana firman-Nya:
(Q.S. 67;10), (Q.S. 4;82)
Sebagai jaminan al-Qur’an itu sebagai wahyu Allah, maka al-Qur’an sendiri menantang setiap manusia, jin dan semua mahluk yang ada di jagat raya ini untuk membuat satu surat saja yang senilai dengan al-Qur’an. Firman Allah:
(Q.S. 67;10), (Q.S. 17;28)
Sebagai pedoman hidup, al-Qur’an banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-prinsip umum pengaturab hidup dalam hubungan antara manusia dengan Allah, manusia dengan manusia dan mahluk lainnya.
Didalam al-Qur’an terdapat peraturan yang mereka tulis, mereka hafalkan dan sekaligus mereka amalkan.Pada awal pemerintahan khalifah yang pertama dari Khulafaur Rasyidin, yaitu Abu Bakar Shidiq, al-Qur’an telah dikumpulkan dalam mushhaf tersendiri. Dan pada zaman khalifah yang ketiga, Ustman bin Affan, al-Qur’an telah diperbanyak. Dan Alhamdulillah al-Qur’an yang asli sampai saat ini masih ada dan terawatt dengan baik.
Dalam perkembangan selanjutnya, tumbuh pula usaha-usaha untuk menyempurnakan cara-cara penulisan, penyeragaman bacaan, dalam rangka menghindari adanya kesalahan-kesalahan bacaan maupun tulisan. Karena penulisan al-Qur’an pada masa pertama tidak memakai tanda baca (tanda titik dan harakat), maka al-Khalil mengambil inisiatif untuk membuat tanda-tanda yang baru, yaitu huruf ‘waw’ yang kecil diatas untuk tanda dhamah, huruf ‘alif’ kecil diatas untuk tanda fathah, ‘alif’ kecil dibawah untuk tanda kasrah, kepala huruf ‘sin’ untuk tanda siddah, kepala ‘ha’ untuk sukun, dan kepala ‘ain’ untuk hamzah.kemudian tanda-tanda ini dipermudah, dipotong dan ditambah sehingga menjadi bentuk yang kita saksikan sekarang.
Perkembangan selanjutnya tumbuhlah beberapa macam tafsir al-Qur’an yang ditulis oleh ulama Islam, yang sampai saat ini tidak kurang dari 50 macam tafsir al-Qur’an. Juga telah tumbuh bermacam disiplin ilmu untuk menbaca dan membahas al-Qur’an.
b.      Pembahasan Ilmu-ilmu Yang Berhubungan Dengan Al-Qur’an.
Ilmu-ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan al-Qur’an, antara lain:
1.      Ilmu Mawatil Nuzul, yaitu ilmu yang membahas tentang tempat-tempat turunnya          al-Qur’an.
2.      Ilmu Asbabul Nuzul, yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab turunnya al-Qur’an.
3.      Ilmu Tajwid, yaitu ilmu tentang membahas tentang teknik membaca al-Qur’an.
4.      Ilmu Wajuh wa Nadhar, yaitu ilmu yang membahas tentang kalimat yang memiliki banyak arti dan makna.
5.      Ilmu Amtsalil Qur’an, yaitu ilmu yang membahas tentang perumpamaan-perumpamaan dalam al-Qur’an.
6.      Ilmu Aqsamil Qur’qn, yaitu ilmu yang membahas tentang maksud-maksud sumpah Tuhan dalam al-Qur’an.
7.      Gharibil Qur’qn, yaitu ilmu yang membahas tentang kalimat-kalimat yang asing artinya dalam al-Qur’an.
c.        Isi Dan Kandungan Al-Qur’an
Al-Qur’an terdiri dari 114 surat dan 6666 ayat, 91 surat yang turun di Mekkah dan 23 surat lainnya turun di Madinah. Adapula yang berpendapat, 86 surat turun di Makkah dan 28 surat turun di Madinah. Menurut perhitungan ulama Kuffah, seperti Abdurrahman as-Salmi, al-Qur’an terdiri dari 6.236. Menurut as-Suyuti, terdiri dari 6.000 lebih. Sedangkan menurut al-Alusi, menyebutkan bahwa jumlah ayat al-Qur’an sekitar 6.616 ayat. Perbedaan jumlah ayat ini disebabkan adanya perbedaan pandangan di antara mereka tentang kalimah Basmalah pada awal surat dan Fawatih as-Suwar (kata-kata pembuka surat), seperti Yasin, Alif Lam, Mim, dan Ha Mim. Ada yang menggolongkan kata-kata pembuka tersebut sebagai ayat dan ada pula yang tidak menggolongkannya sebagai ayat. 
Surat yang turun di Mekkah dinamakan surat Makkiyah, masa turunnya selama 12 tahun, 5 bulan, 13 hari yang dimulai pada tanggal 17 Ramadhan pada saat usia Nabi 40 tahun. Surat Makkiyah umumnya pendek-pendek, menyangkut prinsif kepada manusia. Sedangkan yang turunnya di Madinah dinamakan surat Madaniyah, yang pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan yang lainnya.
Atas inisiatif para ulama, maka kemudian al-Qur’an dibagi-bagi menjadi 30 juz, dalam tiap-tiap juz dibagi-bagi menjadi setengah juz, seperempat juz, makro dan lain sebagainya.
Dari sejumlah ayat yang ada dalam al-Qur’an, 4.726 ayat adalah ayat-ayat Makkiyah. Selebihnya adalah ayat-ayat Madaniyah. Apabila dilihat dari segi kandungan isinya, ayat-ayat Makkiyah, yang merupakan tiga perempat dari isi al-Qur’an, pada umumnya mengandung keterangan dan penjelasan tentang keimanan, perbuatan baik dan jahat, pahala bagi orang yang beriman dan beramal shaleh, siksaan bagi orang yang kafir dan durhaka, kisah-kisah para Rosul dan Nabi, cerita dari umat terdahulu, dan berbagai perumpamaan untuk dijadikan teladan dan ibarat. Adapun ayat-ayat Madaniyah pada umumnya menjelaskan hal-hal yang erat hubungannya dengan hidup kemasyarakatan atau masalah-masalah muamalah, antara lain hukum-hukum yang berkenaan dengan perkawinan, waris, perjanjian dan perang.
Secara keseluruhan, isi al-Qur’an dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) pembahasan pokok, yaitu:
1.      Pembahasan mengenai prinsif-prinsif akidah (keimanan)
2.      Pembahasan yang menyangkut prinsif-prinsif ibadah
3.      Pembahasan yang menyangkut prinsif-prinsif syariat 
d.      Nama-nama Al-Qur’an.
Nama-nama al-Qur’an pada umumnya telah dijelasdkan dalam al-Qur’an itu sendiri, berikut ini nama-nama al-Qur’an dan ayat yang menyebutkannya.

1.   Al-Kitab                                  : tulisannya lengkap
2.   Al-Furqan                                : memisahkan yang hak dan yang bathil.
3.   Al-Mau’idah                            : nasihat
4.   Al-Hikmah                              : kebijaksanaan
5.   Al-Khair                                  : kebaikan
6.   Al-huda                                   : yang memimpin
7.   Al-Hukmu                               : keputusan
8.   Asy-Syifa                                : obat
9.   Adz-Dzikru                             : peringatan
10. Ar-Ruh                                                : ruh
11. Al-Muththaharah                     : yang disucikan
e.       Nama-nama Surat Al-Qur’an.
Susunan surat-surat al-Qur’an yang ada sekarang berdasarkan kepada bacaan Nabi setelah melaksanakan haji wada adalah sebagai berikut:
No. Surat
Nama Surat
Arti Surat
Jenis Surat
Jumlah Ayat
1.
Al-Fatihah
Pembukaan
Makkiyah
7
2.
Al-Baqarah
Sapi betina
Madaniyah
286
3.
Ali Imran
Keluarga Imran
Madaniyah
200
4.
An-Nisa’
Wanita
Madaniyah
176
5.
Al-Ma’idah
Hidangan
Madaniyah
120
6.
Al-An’am
Binatang ternak
Makkiyah
165
7.
Al-‘Araf
Tempat tinggi
Makkiyah
206
8.
Al-Anfal
Rampasan perang
Madaniyah
75
9.
At-Taubah
pengampunan
Madaniyah
129
10.
Yunus
Nabi Yunus
Makkiyah
109
11.
Hud
Hud
Makkiyah
123
12.
Yusuf
Nabi Yusuf
Makkiyah
111
13.
Ar-ra’d
guruh
Madaniyah
43
14.
Ibrahim
Nabi Ibrahim
Makkiyah
52
15
Al-Hijr
batu gunung
Makkiyah
99
16.
An-Nahl
lebah
Makkiyah
128
17.
Al-Isra
perjalanan malam hari
Makkiyah
111
18.
Al-Kahfi
gua
Makkiyah
110
19.
Maryam
Siti maryam
Makkiyah
98
20.
Thaha
Thaha
Makkiyah
135
21.
Al-Anbiya
Para nabi
Makkiyah
112
22.
Al-Hajj
haji
Madaniyah
78
23.
Al-Mu’minun
Orang yang beriman
Makkiyah
118
24.
An-Nur
cahaya
Madaniyah
64
25.
Al-furqan
pembeda
Makkiyah
77
26.
Asy-syu’ara
Para penyair
Makkiyah
277
27.
An-Naml
semut
Makkiyah
93
28.
Al-qashosh
Cerita-cerita
Makkiyah
88
29.
Al-Ankabut
Laba-laba
Makkiyah
69
30.
Ar-Ruum
Bangsa romawi
Makkiyah
60
31.
lukman
lukman
Makkiyah
34
32.
As-Sajdah
sujud
Makkiyah
30
33.
Al-Ahzab
Golongan yang bersekutu
Madaniyah
73
34.
Saba’
Kaum saba’
Makkiyah
54
35.
Fathir
pencipta
Makkiyah
45
36.
Ya Sin
Ya sin
Makkiyah
83
37.
Ash-Shafat
Yang bershaf
Makkiyah
182
38.
Shod
Shod
Makkiyah
88
39.
Az-Zumar
rombongan
Makkiyah
75
40.
Al-Mu’min
Orang yang beriman
Makkiyah
85
41.
Fushshilat
Yang dijelaskan
Makkiyah
54
42.
Asy-Syura
Musyawarah
Makkiyah
53
43.
Az-Zukhruf
Perhiasan
Makkiyah
89
44.
Ad-Dukhon
Kabut
Makkiyah
59
45.
Al-Zatsiah
Yang berlutut
Makkiyah
37
46.
Al-Akhqaf
Bukit-bukit pasir
Makkiyah
35
47.
Muhammad
Nabi Muhammad
Makkiyah
38
48.
Al-Fath
Kemenangan
Madaniyah
29
49.
Al-Hujarat
Kamar-kamar
Madaniyah
18
50.
Qaf
Qaf
Makkiyah
45
51.
Adz-Dzariat
Angin yang menerbangkan
Makkiyah
60
52.
At-Thur
Bukit
Makkiyah
49
53.
An-Najm
Bintang
Makkiyah
62
54.
Al-Qamar
Bulan
Makkiyah
55
55.
Ar-Rahman
Yang maha pemurah
Makkiyah
78
56.
Al-Waqi’ah
Hari kiamat
Makkiyah
96
57.
Al-Hadid
Besi
Madaniyah
29
58.
Al-Mujadalah
Wanita yang menggugat
Madaniyah
22
59
Al-Hasyr
Pengusiran
Madaniyah
24
60.
Al-Mumtahanah
Wanita yang diuji
Makkiyah
13
61.
Ash-Shaff
Barisan
Madaniyah
14
62.
Al-Jumu’ah
Hari jum’at
Madaniyah
11
63.
Al-Munafiqun
Orang-orang munafik
Madaniyah
11
64.
At-Taghabun
Hari dinampakan kesalahan
Madaniyah
18
65.
Ath-Thalak
Talak
Madaniyah
12
66.
At-Tahrim
Mengharamkan
Madaniyah
12
67.
Al-Mulk
Kerajaan
Makkiyah
30
68.
Al-Qalam
Kalam
Makkiyah
52
69.
Al-Haqqah
Hari kiamat
Makkiyah
53
70.
Al-Ma’arij
Tempat-tempat naik
Makkiyah
44
71.
Nuh
Nabi Nuh
Makkiyah
28
72.
Al-Jinn
Jin
Makkiyah
28
73.
Al-Muzzammil
Orang yang berselimut
Makkiyah
20
74.
Al-Muddatsir
Orang yang berkemul
Makkiyah
56
75.
Al-Qiamah
Hari kiamat
Makkiyah
40
76.
Al-Insan
Manusia
Makkiyah
31
77.
Al-Mursalat
Malaikat-malaikat yang diutus
Makkiyah
50
78.
An-Naba’
Berita besar
Makkiyah
40
79.
An-Nazi’at
Malaikat-malaikat yang mencabut
Makkiyah
46
80.
‘Abasa
Yang bermuka masam
Makkiyah
40
81.
At-Takwir
Menggulung
Makkiyah
29
82.
Al-Infithar
Terbelah
Makkiyah
19
83.
Al-Muthaffifin
Orang-orang yang curang
Makkiyah
36
84.
Al-Insyiqaq
Terbelah
Makkiyah
25
85.
Al-Buruj
Gugusan bintang
Makkiyah
22
86.
Ath-Thariq
Yang dating di malam hari
Makkiyah
17
87.
Al-‘A’la
Yang paling tinggi
Makkiyah
1
88.
Al-Ghasyiyah
Hari pembalasan
Makkiyah
26
89.
Al-Fajr
Fajar
Makkiyah
30
90.
Al-Balad
Negeri
Makkiyah
20
91.
Asy-Syams
Matahari
Makkiyah
15
92.
Al-Layl
Malam
Makkiyah
21
93.
Adh-Dhuha
Waktu matahari sepenggalahan naik
Makkiyah
11
94.
Al-Insyirak
Melapangkan
Makkiyah
8
95.
At-Tin
Buah tin
Makkiyah
8
96.
Al-‘Alaq
Segumpal darah
Makkiyah
19
97.
Al-Qadr
Kemuliaan
Makkiyah
5
98.
Al-Bayyinah
Bukti
Makkiyah
8
99.
Al-Zalzalah
Kegoncangan
Makkiyah
8
100.
Al-Adiyat
Kuda perang yang berlari kencang
Makkiyah
11
101.
Al-Qari’ah
Hari kiamat
Makkiyah
11
102.
At-Takatsur
Bermegah-megahan
Makkiyah
8
103.
Al-‘Ashr
Masa
Makkiyah
3
104.
Al-Humazah
Pengumpat
Makkiyah
9
105.
Al-Fil
Gajah
Makkiyah
5
106.
Al-Quraisy
Suku quraisy
Makkiyah
4
107.
Al-Ma’un
Barang-barang yang berguna
Makkiyah
7
108.
Al-Kautsar
Nikmat yang banyak
Makkiyah
3
109.
Al-Kafirun
Orang-orang kafir
Makkiyah
6
110.
An-Nashr
Pertolongan
Madaniyah
3
111.
Al-Lahab
Gejolak api
Makkiyah
5
112.
Al-Ikhlas
Memurnikan ke-esaan Allah
Makkiyah
4
113.
Al-Falaq
Waktu subuh
Makkiyah
5
114.
An-Nas
manusia
Makkiyah
6

2.      As-Sunnah (Al-Hadits)
a.       Pengertian
Secara etimologis hadits dapat diartikan: baru, tidak lama, ucapan, pembicaraan, cerita. Menurut ahli hadits: segala ucapan, perbuatan, dan keadaan Nabi Muhammad SAW. atau segala berita yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW. berupa ucapan, perbuatan, takrir, maupun deskripsi sifat-sifat Nabi SAW.  Menurut ahli usul fiqh: segala perkataan, perbuatan, dan takrir Nabi SAW yang bersangkut-paut dengan hukum.
Istilah lain untuk sebutan hadits ialah sunah, kabar dan asar. Menurut sebagian ulama, cakupan sunah lebih luas karena ia diberi pengertian segala yang dinukilkan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, takrir, maupun pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup dan baik itu terjadi sebelum masa kerasulan maupun sesudahnya. Selain itu titik berat penekanan sunah adalah kebiasaan normatif Nabi SAW.
Kabar yang berarti berita atau warta, selain dinisbatkan kepada Nabi SAW, bias juga kepada sahabat dan tabi’in. dengan denikian kabar lebih umum dari hadits karena termasuk di dalamnya semua riwayat yang bukan dari Nabi SAW. asar yang juga sebagai nukilan, lebih sering digunakan untuk sebutan bagi perkataan sahabat Nabi SAW, meskipun kadang-kadang dinisbatkan kepada Nabi SAW. Dalam lingkup pengertian yang sudah dijelaskan, kata “tradisi” juga dipakai sebagai padanan kata hadits. 
Perbedaan pengertian yang diberikan tentang hadits dan tentang pengertian kata yang semaksud dengannya (sunah, kabar, asar) disebabkan adanya perbedaan sudut pandang para ulama dalam melihat Nabi Muhammad SAW dan peri kehidupannya. Ulama hadits melihat Nabi SAW sebagai pribadi panutan umat manusia. Ulama usul fiqh melihatnya sebagai pengatur undang-undang  dan pencipta dasar-dasar untuk berijtihad. Sedangkan para fukaha   (ahli fiqh) melihatnya sebagai pribadi yang seluruh perbuatan dan perkataannya menunjuk pada hukum agama (syara’). Perbedaan sudut pandang tersebut membawa pengertian hadits pada perbedaan pengertian, baik yang memberi penekanan yang amat terbatas dan tertentu, maupun yang memahaminya dengan cakupan yang lebih luas asal saja itu dinukilkan dari Nabi SAW.
Istilah hadits juga dikenal dalam teologi Islam. Dalam bidang ini kata hadits      (jamaknya hawaadits) digunakan untuk pengertian suatu wujud yang sebelumnya tidak ada atau sesuatu yang tidak azali/tidak kekal.
b.      Jenis Hadits Berdasarkan Sumbernya
Dilihat dari segi sumbernya, hadits dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
1.      Hadits Qudsi
2.      Hadits Nabawi
Hadits qudsi, yang juga disebut dengan istilah hadits Ilahi atau hadits Rabbani, adalah suatu hadits yang berisi firman Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi SAW, kemudian Nabi SAW menerangkannya dengan menggunakan susunan katanya sendiri serta menyandarkannya kepada Allah SWT. dengan kata lain, hadits qudsi ialah hadits yang maknanya berasal dari Allah SWT, sedangkan lafalnya berasal dari Nabi Muhammad SAW. sedangkan hadits Nabawi yaitu hadits yang lafal dan maknanya berasal dari Nabi SAW sendiri.  
c.       Macam-macam Sunah (hadits)
Sunah atau hadits dapat dibagi kepada beberapa macam, yaitu:
Ø  Ditinjau dari segi bentuknya
1.      Fi’li yaitu perbuatan Nabi
2.      Qauli yaitu perkataan Nabi
3.      Taqriri yaitu perbuatan sahabat Nabi yang disaksikan oleh Nabi, tetapi Nabi tidak menegurnya.
Ø  Ditinjau dari segi orang yang menyampaikannya
1.      Hadits Mutawatir
2.      Hadits Mansyur
3.      Hadits Ahad
Ø  Ditinjau dari segi kualitasnya
1.      Hadits Shahih
2.      Hadits Hasan
3.      Hadits Dlo’if
4.      Hadits Maudlu

Ø  Ditinjau dari segi orang yang berperannya
1.      Hadits Marfu
2.      Hadits mauquf
3.      Hadits Maqtu
Ø  Ditinjau dari segi jenis, sifat, redaksi dan lainnya
1.      Hadis Mu’an’an
2.      Hadits Mu’anna
3.      Hadits Awamir
4.      Hadits Nawahi
5.      Hadits Munqathi
d.      Kitab-kitab Hadits
Para ulama pada umumnya menerima 6 (enam) kitab hadits sebagai kitab standar. Keenam kitab tersebut dinamakan al-Kutub as-Sittah atau al-Kutub as-Shihhah. Secara berturut-turut peringkat al-Kutub as-Sittah  adalah:
1.      Shahih al-Bukhari, memuat 7.275 hadits, merupakan hasil saringan dari 600.000 hadits.
2.      Shahih Muslim, memuat 4.000 hadits, hasil saringan dari 300.000 hadits.
3.      Sunan Abi Dawud, memuat 4.800 hadits, hasil saringan dari 500.000 hadits
4.      Sunan at-Tirmizi.
5.      Sunan an-Nasa’i, memuat 5.761 hadits.
6.      Sunan Ibn Majah.
e.       Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam
Kedudukan hadits terutama sebagai sumber hukum Islam, sejak zaman yang masih dini sudah dipersoalkan. Imam Syafi’i yang digelari Nashir al-Hadits (pembela hadits), pernah menyebutkan adanya pendapat yang menolak hadits, mereka enggan mengamalkannya atau bahkan menolak dengan dalih bahwa al-Qur’an sudah cukup sebagai sumber yang bersifat universal dan umum.
Ulama-ulama yang menempatkan kedudukan hadits pada tingkat kedua setelah al-Qur’an mendasarkan pendiriannya atas dalil-dalil al-Qur’an sebagai berikut:
(Q.S. 59;7), (Q.S. 3;132), (Q.S. 24;63)

BAB III
KESIMPULAN

Hukum merupakan efek yang timbul dari perbuatan yang diperintahkan oleh Allah SWT. Hukum juga merupakan khitab atau perintah Allah SWT yang menuntut mukallaf untuk mengerjakan atau memilih antara mengerjakan dan tidak mengerjakan, atau menjadikan sesuatu menjadi sebab, syarat atau penghalang bagi adanya yang lain.
Adapun pembagian hukum syara’ adalah sebagai berikut:
1.      Ijab (wajib)
2.      Mandub (sunah)
3.      Makruh
4.      Mubah
5.      Haram
Dalam perdebatan para ulama untuk menetapkan hukum Islam, jika ada pendapat yang diajukan tanpa landasan hukum, maka fatwa hukum yang dihasilkan dituduh tahakkum (menentukan hukum sendiri tanpa dalil) atau tasyri bi al-hawa (menetapkan hukum berdasarkan hawa nafsu atau secara subjektif). Oleh sebab iu dalam kitab-kitab fiqh disebutkan bahwa setiap pendapat yang dikemukakan senantiasa dibarengi dengan hujjah.
Hujjah bisa berupa ayat al-Qur’an, hadits Nabi SAW, dan sebagainya. Biasanya seorang mujtahid, dalam mengemukakan hujjah, tidak cukup hanya menggunakan salah satu dalil saja, misalnya al-Qur’an saja, tetapi menyertakan hadits-hadits Nabi SAW, ijma’, qiyas dan lain sebagainya. Namun ijma’ qiyas dan yang lainya sifatnya hanyalah sebagai hujjah pendukung bagi ayat al-qur’an dan hadits-hadits yang dikemukakan.
Al-Qur’an dan sunah sebagai sumber hukum Islam yang utama harus senantiasa dipegang oleh seseorang yang mengemukakan pendapatnya. Artinya, hujjah yang dikemukakan untuk mendukungnya atau menetapkan suatu hukum dalam Islam harus didasarkan kepada al-Qur’an dan sunah. Ijma, qiyas dan metode penetapan hukum lainnya yang dianut oleh berbagai mazhab tidak dapat berdiri sendiri tanpa didasarkan kepada kedua sumber hukum Islam tersebut.
Hujjah atau dalil yang disepakati para ulama   dalam menetapkan hukum Islam adalah:
1.      Al-Qur’an
2.      As-Sunah (hadits)
3.      Ijma’
4.      Qiyas
Adapun istihsan, al-maslahah al-mursalah, ‘urf, sad az-zari’ah, istishab dan sebagainya, adalah hujjah yang tidak disepakati oleh seluruh ulama.